KONTAN.CO.ID
- JAKARTA.
Digadang-gadang menjadi tahun pemulihan, sejumlah emiten baja memasang target
optimistis di tahun 2021.
Lihat
saja, PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) yang pasar target pendapatan naik 43%
dibanding realisasi tahun 2020. Ini membuat pendapatan perusahaan pelat merah
itu di akhir 2021 dapat mencapai 28 triliun.
Selain
itu, PT Gunung Raja Paksi Tbk (GGRP)
juga percaya diri kinerja keuangan di tahun ini membaik. Jika pada tahun fiskal
2020, GGRP masih menanggung rugi bersih hingga US$ 8,9 juta, maka pada tahun
fiskal 2021, perusahaan yakni mampu cetak laba bersih lebih dari US$ 20 juta.
Analis
Senior CSA Research Institute Reza Priyambada menilai, jika melihat prospek
industri baja, maka harus pula melihat prospek usaha industri yang menjadi
konsumen produk baja, seperti otomotif, pelayaran, konstruksi, manufaktur, dan
lainnya.
Reza
mengatakan, jika di tahun ini diasumsikan mulai ada pemulihan, maka dapat
berimbas positif pada perbaikan industri baja sehingga dapat mengangkat kinerja
para produsen dan pengolah baja tanah air.
“Nanti
kami akan melihat siapa yang dapat mengambil pangsa pasar dari baja, sehingga berimbas
pada peningkatan kinerjanya,” terang Reza saat dihubungi Kontan.co.id, Kamis
(10/6) malam.
Hanya
saja, dia menilai terdapat masalah yang membayangi industri logam ini, salah
satunya yakni ancaman impor baja, khususnya dari China. Mengingat baja dari
China memiliki harga yang lebih murah dari baja domestik.
Reza
berpendapat, karena bentuknya yang bersifat government to
government (G to G), maka perlindungan industri baja bisa dimulai dari
kebijakan pemerintah untuk membatasi masuknya impor baja.”Atau kalau
memang mau masuk (impor), harus ada aliansi dengan pengolah baja lokal,”
sambung dia.
Sebelumnya,
Presiden Direktur GGRP Abednedju Giovano Warani
Sangkaeng juga menyebut salah satu tantangan utama adalah serangan baja impor.
Dia
bilang, industri baja adalah aset nasional yang perlu dilindungi oleh
pemerintah. Untuk itu, dirinya berharap pemerintah melindungi industri baja
dalam negeri dan memastikan daya saing yang lebih kompetitif di pasar.
Diantaranya
bisa melalui kebijakan trade remedies yang merupakan tindakan
yang diambil untuk merespon subsidi (countervailing duty), penjualan di
bawah nilai wajar (anti-dumping), dan lonjakan impor (safe-guards).
Selain itu, ketersediaan energi juga menjadi tantangan bagi industri baja, dimana industri baja merupakan industri yang memerlukan energi cukup besar.