TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama PT Krakatau Steel (Persero) Tbk.
Silmy Karim berharap perjanjian restrukturisasi utang senilai US$ 2,2
miliar atau sekitar Rp 30,96 triliun (kurs Rp 14,073 per dolar AS) kepada
10 bank dan lembaga pembiayaan dapat diteken pada bulan ini, September 2019.
Lebih jauh Silmy Karim menyebutkan, secara prinsip telah ada
kesepakatan antara perusahaan dengan kreditor untuk restrukturisasi utang
perusahaan pelat merah itu. Dengan begitu, dia berharap perjanjian
restrukturisasi utang bisa segera ditandatangani.
Terlebih emiten berkode saham KRAS ini memiliki pinjaman jangka pendek yang
jatuh tempo pada September 2019 kepada PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. dan PT
Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. senilai total US$ 205,87 juta atau sekitar
Rp 2,9 triliun.
Silmy mengatakan, pelunasan utang jatuh tempo bulan ini merupakan bagian
dari inisiatif restrukturisasi utang yang sedang dilakukan. “Kami perkirakan
bulan ini bisa tanda tangan mengingat kebutuhan restrukturisasi ini untuk
kebaikan KS (Krakatau Steel) dan kreditor,” katanya, Sabtu, 7 September
2019.
Sebelumnya penandatanganan direncanakan pada Jumat dua pekan lalu, 30
Agustus 2019 di Kementerian BUMN. Namun penandatangan tak jadi dilakukan karena
masih ada negosiasi yang perlu dilakukan dengan para kreditor dari kelompok non
Himbara.
Sementara itu, Silmy menyebutkan KRAS terus memproses rencana
divestasi anak usaha, PT Krakatau Daya Listrik (KDL) dan PT Krakatau Tirta
Industri (KTI). Perusahaan telah menunjuk lembaga independen untuk menilai aset
kedua entitas anak itu.
KDL memiliki dua segmen
bisnis yakni pembangkit listrik dan distribusi gas di Kawasan Industri Cilegon.
Bisnis pembangkit listrik akan dibeli oleh PT Perusahaan Listrik Negara
(Persero).
Adapun, bisnis distribusi gas akan dilakukan spin off yang selanjutnya
dibentuk joint venture dengan PT Perusahaan Gas Negara Tbk. Silmy menargetkan
divestasi KDL dapat selesai pada tahun ini.
Sementara itu, perusahaan sedang menimbang penawaran dengan harga
terbaik untuk divestasi KTI. Selain PTPP, Silmy menyebut banyak institusi yang
mengajukan minat terhadap anak usaha yang bergerak di bidang distributor dan
pengolahan air itu. "Ada 5 (perusahaan) lainnya,” katanya.
Krakatau Steel mengincar dana US$ 1 miliar atau sekitar Rp 14
triliun dari pelepasan aset non-core. Dana yang didapatkan itu akan digunakan
untuk membayar utang. Selain KDL dan KTI, perseroan juga akan melepas PT
Krakatau Bandar Samudera (KBS).
Lebih lanjut, Silmy mengatakan, pihaknya bersama dengan Posco, perusahaan
baja asal Korea Selatan tengah menggenjot kapasitas produksi pabrik PT Krakatau
Posco di Cilegon yang bakal dimulai pada November 2019. Tahap ini merupakan
bagian untuk merealisasikan kapasitas produksi 10 juta ton per tahun.
Jika pada awalnya kapasitas produksi Krakatau Posco 3 juta ton,
maka akan ditingkatkan menjadi 6-8 juta ton. "Jadi total KP (Krakatau
Posco) dan KS (Krakatau Steel)
sebesar 10 juta ton,” kata Silmy.