KONTAN.CO.ID
- JAKARTA. PT Krakatau Steel (Persero) Tbk (KRAS)
menghadapi sejumlah tantangan dalam produksi baja pada tahun 2024 ini.Tantangan
pertama adalah karena fasilitas pabrik KRAS yaitu salah satu bagian di Pabrik
di Hot Strip Mill 1 (HSM1) di Cilegon mengalami korsleting listrik.
Kejadian
tersebut sejatinya sudah lama terjadi yakni pada Jumat, tanggal 5 Mei 2023 lalu
namun perbaikan Pabrik HSM1 ini ungkap Direktur Utama Krakatau Steel Purwono
Widodo juga berpengaruh pada rencana peningkatan volume produksi perseroan di
tahun ini.
“Target
produksi di tahun 2024 masih sangat menantang karena fasilitas utama pabrik
HSM#1 masih dalam proses perbaikan yang direncanakan akan selesai di akhir
tahun 2024,” ungkap Purwono Widodo saat dihubungi Kontan, Jumat (26/04).Lantaran
fokus pada perbaikan Pabrik HSM1, Purwono mengatakan hingga lewat kuartal I
2024, pihaknya belum ada rencana menaikan volume produksi baja.
“Target
volume produksi perseroan pada tahun 2024 belum ada rencana peningkatan volume
produksi karena fasilitas pabrik HSM#1 masih dalam proses perbaikan,”
tambahnya. Untuk diketahui, volume Produksi perseroan sampai dengan
Kuartal I tahun 2024 telah mencapai kurang lebih 122 ribu ton.
Lalu,
selain terkendala perbaikan Pabrik HSM1, Purwono mengatakan persentase
penggunaan bahan bakar impor untuk baja masih besar. Salah satunya adalah flat
product yaitu slabs (lempengan) yang bisa diolah menjadi produk turunan berupa
besi lembaran atau plat besi.
“Dalam
setahun terakhir rata-rata pemakaian bahan baku slabs yang bersumber dari impor
sekitar 60% dan sisanya dari domestik,” katanya. Karena masih sekitar 60%
bahan baku diimpor maka tantangan selanjutnya bersumber dari mata uang yang
digunakan untuk membeli bahan baku tersebut.
“Menguatnya
Dollar dan melemahnya Rupiah tentu berdampak terhadap kenaikan biaya bahan baku
yang bersumber dari impor. Sejalan dengan menguatnya Dolar sekitar 7% tentu ini
berdampak pada nilai transaksi yang menggunakan Dollar dengan angka kenaikan
yang sama,” ungkapnya.
Meski
begitu, untuk mengantisipasi hal ini dalam beberapa waktu, perseroan
mengoptimalkan pembelian bahan baku yang dapat disuplai dari domestik dengan
tetap memantau pergerakan fluktuasi nilai tukar rupiah.
“Pelemahan
rupiah memungkinkan harga baja untuk naik menyesuaikan dengan pelemahan nilai
tukar karena pengadaan bahan baku yang masih disuplai dari impor serta harga
baja dalam beberapa waktu terakhir cenderung terkoreksi dengan adanya tensi
geoekonomi dan geopolitik yang sedikit berimbas terhadap harga bahan komoditi
yang dapat mempengaruhi pergerakan harga baja,” tambahnya.
Berdasarkan
catatan kontan, diawal tahun 2024, Purwono sempat mengatakan bahwa pihaknya
masih meyakini permintaan baja tahun ini akan meningkat. Salah satu pendorong
peningkatan ini yaitu adanya proyek pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN).
Di mana
proyeksi permintaan baja akan mengalami peningkatan lebih lanjut sebesar 1,9%
atau menjadi 18,49 juta ton."Prospek permintaan baja di Indonesia
diperkirakan masih akan tumbuh positif sebesar 5,2-5,3% pada 2024
mendatang," kata Purwono.
Ia juga
menjelaskan, sektor konstruksi diperkirakan mencapai 76% dari keseluruhan total
konsumsi. Permintaan baja didorong oleh proyek pembangunan IKN dengan total
kebutuhan baja sebesar 9,5 juta ton hingga pembangunan IKN rampung.
Purwono
memproyeksikan penjualan pada 2024 akan membaik seiring dengan pertumbuhan
ekonomi nasional yang diperkirakan mencapai 5,2%.
Di samping
itu juga, peningkatan belanja infrastruktur pemerintah sebesar 7,9%, serta
pertumbuhan sektor pengguna baja lainnya; otomotif, peralatan rumah tangga,
produk elektronik dan industri pengguna baja lainnya.
"Pada
tahun 2024 kinerja baja nasional diperkirakan mengalami peningkatan sebesar
5,2% (CAGR 2020-2023) menjadi 18,3 juta ton," ujar Purwono.Selain itu,
produksi dan ekspor diperkirakan akan tetap tumbuh sehingga akan mencapai 15,9
juta untuk produksi dan 7,1 juta ton untuk ekspor.
Selain
sektor konstruksi, konsumsi baja juga digunakan pada sektor otomotif sebanyak
12%, peralatan rumah tangga 3.5%, sektor transportasi dan juga industri
permesinan.
Di sisi
lain, kata Purwono, ekosistem kendaraan listrik atau Electric Vehicle juga
berkembang pesat di Indonesia di mana pemerintah tengah mengakselerasi
ekosistem tersebut untuk menekan penggunaan bahan bakar fosil, mengurangi emisi
karbon, dan mendorong transformasi industri serta mendorong ketahanan energi
nasional.
https://industri.kontan.co.id/news/krakatau-steel-kras-hadapi-sejumlah-tantangan-di-tahun-ini