Liputan6.com, Jakarta Produsen baja PT
Gunung Raja Paksi (GRP) melakukan sejumlah transformasi pada seluruh proses
bisnisnya dari hulu ke hilir. Ini menyusul langkah Initial Public
Offering (IPO) pada September 2019.
“Kami percaya bahwa transformasi
merupakan salah satu cara untuk menciptakan kembali gairah bisnis, untuk
membangun kebaikan yang lebih besar bagi industri baja di Indonesia. Untuk
mempertahankan posisi kami sebagai pemimpin pasar, perusahaan melakukan banyak
perubahan agar menjadi produsen baja kelas dunia,” kata Presiden Komisaris PT
GRP Tony Taniwan di Jakarta, Jumat (2/7/2020).
PT GRP yang kini menyandang
status sebagai perusahaan terbuka berdiri 50 tahun lalu (1970) di sebuah garasi
kecil di Medan.
Perusahaan yang didirikan 3
bersaudara dipimpin oleh Djamaludin Tanoto ini pada awalnya hanya memasok
peralatan bagi sejumlah perkebunan di Sumatera Utara. Berkat visi dari para
pendirinya, perusahaan lalu berekspansi ke Pulau Jawa.
Saat ini GRP memiliki pabrik dan
fasilitas pendukung seluas 200 hektar lebih di Cikarang, Bekasi. Perusahaan
yang mempekerjakan 5.000 lebih karyawan ini mempunyai kapasitas produksi
sebesar 2,8 juta ton baja per
tahun, atau sekitar 12 persen dari kapasitas produksi baja nasional.
Selain untuk memenuhi pasar
domestik, produksi baja PT GRP diekspor
ke sejumlah negara seperti Filipina, Malaysia, dan negara lain.
Menurut Tony Taniwan, salah satu
manfaat transformasi adalah perusahaan dikelola secara lebih transparan
sehingga lebih mudah dalam pengawasan dan koordinasi.
Sebagai contoh, GRP saat ini
sudah menggunakan dashboard untuk memantau kinerja perusahaan
di setiap bagian, baik operasional, produksi, penjualan, maupun keuangan.
“Jadi semua data terkait
indikator-indikator kinerja perusahaan tersedia secara real-time,
sehingga manajeman selalu mendapatkan informasi terbaru jika perlu mengambil
keputusan di rapat kerja mingguan,” jelas dia.
Dia mengakui transformasi bisnis
tidak selalu mendapat dukungan penuh dari semua stakeholder perusahaan.
Orang yang resisten terhadap perubahan ini pasti ada saja. Namun ia percaya
melalui diskusi yang konstruktif pada akhirnya semua pihak akan mendukung sebab
transformasi bisnis adalah keniscayaan jika perusahaan ingin lebih maju lagi ke
depan.
Sebuah
Keharusan
Sementara itu menurut guru besar ilmu ekonomi
Universitas Gadjah Mada (UGM) Profesor Mudrajad Kuncoro, transformasi bisnis
adalah sebuah keharusan bagi perusahaan nasional yang ingin menjadi pemain
global. Melalui proses transformasi sebuah perseroan akan lebih kompetitif,
responsif dan professional.
“Ya, wajib hukumnya perusahaan
melakukan transformasi, apalagi bagi perusahaan yang sudah cukup lama
beroperasi. Tanpa transformasi mereka bisa tergeser oleh perusahaan-perusahaan
baru yang biasanya lebih agresif dan didukung teknologi tinggi,” kata Mudrajad.
Mudrajad yang juga Rektor
Universitas Trilogi Jakarta ini mengapresiasi perusahaan yang berani melakukan
transformasi dengan cara meningkatkan kualitas teknologinya, baik di sisi
produksi, keuangan, maupun pemasaran.
“Proses bisnis itu sangat dinamis dan selalu berhubungan dengan perkembangan teknologi yang terus berubah. Jadi penerapan teknologi dan cara kerja baru menjadi tidak terhindarkan jika perusahaan ingin terus berkembang,” jelasnya.