Pengusaha baja mengatakan dua regulasi pemerintah tak bisa melindungi industri baja nasional dari maraknya impor terutama dari Tiongkok. Keduanya adalah Peraturan Menteri Perindustrian Nomor (Permenperin) Nomor 32 Tahun 2019 tentang Pertimbangan Teknis Impor Besi, atau Baja Paduan dan Produk Turunananya.
Kedua, Permenperin Nomor 35 Tahun 2019 tentang Penerbitan Pertimbangan Teknis untuk Pengecualian dari Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia untuk Produk Besi/Baja dan Kabel Secara Wajib.
Direktur Eksekutif Asosiasi Besi Baja Indonesia (IISIA) Yerry Idrus mengatakan Tiongkok memanfaatkan Permenperin Nomor 32 Tahun 2019 untuk memacu ekspor bahan baku besi atau baja ke RI. Tujuan aturan ini sebenarnya untuk memudahkan teknis impor baja.
“Tujuan sebenarnya baik karena mempermudah impor bahan baku, tapi disalahgunakan,” kata Yerry, kepada Katadata.co.id, Jumat (31/1). Yerry mengatakan eksportir Tiongkok kerap mencari cara agar tak kena bea masuk baja karbon sebesar 5-15%.
Mereka menyiasatinya dengan cara mencampur alloy steel pada baja boron agar berubah jadi baja paduan sehingga bisa bebas bea masuk.
"Tapi secara teknis mereka tidak salah, "kata dia. Permenperin Nomor 35 Tahun 2019 telah menghilangkan kewajiban Standar Nasional Indonesia (SNI).
Menurutnya, pemerintah seharusnya memiliki standar barang. Sehingga barang yang berkualitas saja yang bisa masuk. "Bisa saja investor tidak ingin berinvestasi karena barangnya tidak jelas," ujar Yerry IISIA telah memberikan masukan kepada Kemenperin agar merevisi regulasi tersebut untuk melindungi industri baja nasional.
Dia berharap dalam waktu dekat perubahan aturan dapat dilakukan pemerintah. Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, impor di sektor baja dan petrokimia berkontribusi terhadap total impor bahan baku penolong yang mencapai 74,06%.
Jokowi mengatakan impor baja tahun lalu mencapai US$ 8,6 miliar. Sedangkan hingga akhir 2018, impor stainless steel dari Tiongkok mencapai 1,85 juta ton atau naik 53% dari tahun sebelumnya. “(Peluang investasi di industri baja dan petrokimia) harus betul-betul dibuka karena ini merupakan substitusi impor,” kata Jokowi saat membuka rapat terbatas bulan Desember 2019 lalu.
Menurut Jokowi, dorongan investasi di industri baja dan petrokimia tak hanya bisa memangkas impor tetapi juga akan menciptakan nilai tambah karena membuka lapangan kerja yang cukup besar.