Direktur Pemasaran PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. (KRAS) Purwono Widodo mengatakan bahwa seiring dengan pengurangan alokasi ekspor baja China, impor baja paduan murah dari negara tersebut yang memanfaatkan bea masuk 0% menurun.
Pengurangan alokasi ekspor tersebut dikarenakan China lebih mementingkan kebutuhan domestik.
Kondisi tersebut mendorong harga baja dunia pada semester II/2017 naik signifikan atau lebih dari 50%.
Situasi ini membuat produsen baja nasional, termasuk Krakatau Steel dapat menikmati perbaikan harga yang wajar dan tingkat utilisasi mulai terkerek pada paruh kedua tahun lalu.
“Kondisi ini kami yakini masih berlanjut pada kuartal kuartal pertama 2018,” ujarnya kepada Bisnis.com, Rabu (3/1/2017).
Saat ini, tingkat utilisasi KRAS disebutkan berada di kisaran 70%.
Purwono menuturkan bahwa seharusnya utilisasi perseroan bisa lebih tinggi dari 70%, tetapi dikarenakan ada program perbaikan (overhaul) yang besar, maka tingkat utilisasi tidak dapat meningkat secara optimal.
Jika merujuk pada data yang dirilis oleh Asosiasi Baja Dunia (World Steel Association/WSA), terlihat bahwa produksi baja China hingga November 2017 sebesar 764,80 juta ton, sedangkan produksi sepanjang 2016 sebesar 808,36 juta ton.
Direktur Eksekutif Asosiasi Industri Besi dan Baja Indonesia Hidayat Triseputro mengatakan bahwa pabrikan baja nasional berharap agar komitmen China untuk mengurangi produksi baja hingga 2020 benar-benar direalisasikan karena akan meningkatkan utilisasi pabrikan baja Indonesia dan harga baja dunia juga berada dalam level yang seharusnya.
“Ini jadi momentum bagi produsen baja Tanah Air untuk meningkatkan kapasitas produksi,” katanya.