KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Untuk mencapai
kemandirian industri baja nasional diperlukan strategi yang jelas. Strategi itu
harus dilakukan dengan memperhatikan antara produksi dalam negeri, konsumsi
domestik, penurunan impor serta adanya investasi.
Direktur
logam Dirjen ILMATE Kementerian Perindustrian, Budi Susanto dalam webinar
bertajuk "Kemandirian Industri Baja Nasional dalam Mendukung Pertumbuhan
Ekonomi Nasional” mengungkapkan, Kemenperin sudah memiliki rencana induk
pengembangan industri besi dan baja nasional tahun 2015-2035. Untuk rencana
tahap kedua yakni tahun 2020-2024, kapasitas produksi industri besi dan baja
ditargetkan mencapai 17 juta ton.
Tahun
ini ditargetkan bisa mencapai 11,9 juta ton dan hingga April 2021 sudah
tercapai 11,7 juta ton. "Mudah-mudahan dengan beroperasinya fasilitas LSM
dari Gunung Rajapaksi yang 11 juta ton ini nanti bisa terpenuhi. Kemudian
Cilegon karena kita sudah sebut sebagai kota baja kita juga canangkan ada
cluster 10 juta ton. Dari tahun 2019 -2022 sudah kita canangkan bisa
tambahan produksi 6,9 juta ton," kata Budi keterangan resminya, Jumat
(8/10).
Budi
menjelaskan, menurut data dari Badan Pusat Statistik 5 Agustus lalu, sektor
konstruksi yang membutuhkan banyak baja dan besi sebagai material konstruksi
tumbuh 4,42%. Pertumbuhan ini terjadi karena adanya realisasi belanja
pemerintah untuk konstruksi yang mengalami kenaikan sebesar 50,52%.
Selain
itu, pertumbuhan tersebut juga didukung oleh kebijakan PPnBM (Pajak
Penjualan untuk Barang Mewah) untuk otomotif. Kebijakan ini juga mendorong
pemakaian baja juga yang pada akhirnya meningkatkan impor besi dan baja.
Dalam
kesempatan yang sama, Vice
Presiden Tatalogam Group Stephanus Koeswandi mengatakan,
ekonomi nasional bisa meningkat jika ada beberapa factor pendukung seperti
investasi, konsumsi, ekspor/impor dan kemajuan teknologi.
“Ekonomi
nasional bisa meningkat kalau ada investasi, adanya konsumsi, dan juga ekspor
impor, Kemudian yang terakhir percaya teknologi. Pengaplikasian industri 4.0
akan mempercepat lagi. Jadi 4 hal itu yang kami selalu usahakan di dalam
perusahaan kami ini,” kata Stephanus.
Namun,
Tatalogam sebagai perusahaan baja ringan terbesar di Indonesia masih
menghadapi beberapa permasalahan dalam menggapai tujuan kemandirian baja
nasional.
"Saat
ini banyak baja beredar di pasar dengan ketebalan di bawah 0,2. Produsen baja
dalam negeri tidak bisa membuat baja seperti itu karena sudah ada SNI. Maraknya
baja dengan ketebalan seperti itu lantaran ada satu-dua dari pelaku industri
mengundang baja impor masuk. Akibatnya, beberapa tahun terakhir banyak sekolah,
rumah sakit dan fasilitas umum lain yang ambruk. Jadi kami mohon ke pemerintah
untuk memperhatikan baja non standard ini," imbuh Stephanus.
Dia
mengatakan, ada 5 strategi yang bisa dilakukan guna mencapai kemandirian
Industri baja nasional. Pertama, menegakkan standar yang tegas dan wajib,
khususnya untuk SNI dan meningkatkan TKDN.
Kedua,
meningkat investasi industri baja yang mengedepankan teknologi yang ramah
lingkungan. Stephanus berharap pemerintah lebih selektif terhadap Penanam Modal
Asing (PMA) sehingga State
of The Art pada Industri 4.0 memiliki DNA. Jika tidak maka
yang datang adalah mesin bekas yang tidak ramah lingkungan.
Ketiga,
melibatkan UMKM secara massif menjadi strategi yang cukup berguna untuk
meningkatkan industri kecil di pelosok-pelosok agar mereka lebih berkembang.
Keempat, meningkatkan ekspor. Tatalogam sudah melakukan ini yang tujuannya agar
perseroan bisa meningkatkan kualitas dan service sehingga produk dan pelayanan
mengikuti standar internasional.
Kelima, menerapkan strategi metode Inovasi CPM yaitu Channel, product, marketing. Channel adalah cara distribusi dari pabrik hingga ke tangan pelanggan yang mengadopsi digital channel dan juga pelibatan UKM. Inovasi Product yang tak pernah berhenti, kemudian Marketing yang dapat menyentuh langsung ke pelanggan.