KONTAN.CO.ID
- JAKARTA. Pasca pulih dari Covid-19 industri baja China kembali
menunjukan taji. Badan Pusat Statistik (BPS), mencatat adanya peningkatan angka
impor pada di semester kedua 2020. Dengan titik tertinggi di Desember
2020, mencapai 166%.
DI Februari
2021, angka kenaikan impor kian bertambah mencapai 36%, berasal dari China dan
Vietnam. Nah, muncul dugaan kenaikan volume impor ini dipicu praktik banting
harga sehingga menyebabkan unfair trade.
Pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef)
Bima Yudistira mengatakan, ada beberapa cara yang bisa dilakukan pemerintah dan
pengusaha industri baja dalam negeri untuk menekan angka impor.
Menurutnya, perlu diselidiki apakah kenaikan impor baja lapis aluminium
dari China mengandung praktik dumping atau persaingan usaha yang tidak
sehat.
“Jika ditemukan
praktik dumping, misalnya Pemerintah China mensubsidi ekspor baja ke Indonesia
dengan berbagai fasilitas seperti insentif produksi hingga tax rebate untuk
ekspor, maka bisa dikenakan bea masuk anti dumping. Penjagaan lain dalam bentuk
non tarif juga bisa dilakukan misalnya mendorong sertifikasi wajib tertentu
produk impor baja.” kata Bima, dalam penjelasan tertulis, akhir pekan
lalu
Menurut Bima, terkait penggunaan baja impor, cara membatasi bisa dimulai dari proyek konstruksi pemerintah pusat maupun daerah. Porsi Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) harus diperbesar. “Cara ini efektif untuk mendorong produsen lokal masuk ke pengadaan barang jasa proyek pemerintah. Misalnya di sektor konstruksi perumahan bisa didorong porsi lokal baja lapis aluminium seng. Atau bisa juga di proyek BUMN” terang Bima.
https://industri.kontan.co.id/news/membatasi-baja-impor-bisa-dimulai-dari-proyek-pemerintah-pusat-maupun-daerah