KONTAN.CO.ID
- JAKARTA. Kinerja industri baja nasional masih dihadapkan dengan sejumlah
tantangan, salah satunya disebabkan oleh masih tingginya impor baja yang masuk
ke Indonesia. Pada kuartal I-2021, tercatat impor baja mencapai 1,3 juta ton
dengan nilai impor US$ 1 miliar. Angka itu meningkat sebesar 19% dibandingkan
realisasi impor pada periode kuartal IV- 2020 sebesar 1,1 juta ton dengan
nilai US$ 764 juta.
Executive
Director IISIA,
Widodo Setiadharmaji menyampaikan, apabila pemerintah tidak segera melakukan
antisipasi, dia khawatir kondisi tersebut akan terus berlanjut hingga
penghujung tahun nanti.
“Dari data yang ada impor baja masih cukup tinggi. Bila melihat kondisi hari ini,
impor baja kecenderungannya kembali meningkat dan dikhawatirkan akan terus
berlanjut di sepanjang tahun 2021,” ungkap Widodo dalam keterangan resmi yang
diterima Kontan.co.id, Senin (21/6).
Menurutnya,
impor baja yang tidak terkendali akan berdampak secara langsung terhadap
tingkat utilisasi industri baja nasional. Yang mana saat ini tingkat
utilisasinya masih cukup rendah, yakni rata-rata hanya 57%. Kondisi tersebut
jauh dari kondisi Good
Utilization (mencapai 80%) sebagaimana yang terjadi di
negara-negara produsen baja dunia.
“Saat ini kita
perlu mengantisipasi kembalinya peningkatan impor. Berdasarkan data Badan Pusat
Statistik (BPS), impor besi dan baja masih menempati posisi 3 besar komoditi
impor dengan nilai impor US$ 6,9 miliar, sebagaimana posisi yang sama pada
tahun 2019 dengan nilai impor mencapai US$ 10,4 miliar. Meskipun mengalami
penurunan impor pada 2020, hal tersebut lebih disebabkan karena penurunan
permintaan baja akibat Covid-19 serta adanya kendala dalam supply chain-nya.”, jelas
Widodo.
Lebih lanjut,
Widodo menambahkan, sebagai produsen dalam negeri, pihaknya akan terus
mengupayakan efisiensi dalam rangka peningkatan daya saing produk nasional.
Namun demikian, upaya yang dilakukan tidak akan cukup tanpa adanya dukungan
dari pemerintah, khususnya terkait pengetatan pemberian ijin impor.
“Hal tersebut
akan sangat membantu peningkatan utilisasi dan perbaikan kinerja produsen baja
nasional, serta pengamanan atas investasi yang saat ini sudah dan sedang
dilakukan oleh produsen baja nasional,” tambahnya.
Widodo berujar,
dukungan penuh dari pemerintah melalui implementasi kebijakan yang berpihak
kepada industri baja nasional sangatlah diperlukan saat ini, seperti
pemberlakuan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) yang juga banyak digunakan oleh
negara-negara produsen baja dunia lainnya seperti Amerika Serikat, Uni Eropa,
Jepang, Korea Selatan, Republik Rakyat Tiongkok, dan India.
“Kebijakan
pengenaan BMAD ini sangat penting untuk diterapkan untuk seluruh produk baja
dari hulu hingga hilir. Bila impor di produk hilirnya tidak terkendali, maka
ini akan sangat berbahaya karena pada akhirnya akan mematikan industri
hulunya.
Instrumen anti dumping ini bukan
merupakan kebijakan perlindungan khusus terhadap suatu industri, melainkan
respon Pemerintah atas kerugian atau injury yang dialami industri akibat adanya
perdagangan curang (unfair
trade practice),” tutup Widodo.
https://industri.kontan.co.id/news/pelaku-industri-baja-nasional-minta-pemerintah-perketat-aturan-ijin-impor