KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri
baja nasional masih dipenuhi ketidakpastian mulai dari wabah virus corona atau covid-19
hingga fluktuasi kurs antara rupiah dan dolar AS yang menghimpit pembelian
bahan baku. Hal ini tak terlepas dari lesunya perekonomian yang mengakibatkan
stok baja global diperkirakan banyak tak terserap di pasaran.
Silmy Karim, Ketua Umum The
Indonesian Iron and Steel Industry Association (IISIA) mengatakan, nilai tukar
rupiah yang tergerus akhir-akhir ini menyulitkan industri. "Sebab saat ini
kami susah untuk menentukan pembelian bahan baku dan harga jual produk,"
kata Silmy kepada Kontan.co.id, Jumat (20/3).
Akibatnya kondisi ini berdampak
ke seluruh sektor industri baja mulai dari hulu ke hilir. Apalagi kata Silmy,
konsumen baja masih wait
and see untuk menambah stok bajanya.
Kelebihan stok baja di dunia
tampaknya bisa menjadi peluang masuknya baja impor. Namun, Silmy optimistis pemerintah
sudah lebih antisipatif dengan tidak memudahkan pemberian izin impor.
Lagipula, kata Silmy, di tengah
kondisi kurs yang anjlok para pengimpor juga akan berpikir ulang untuk
memperdagangkan baja tersebut ke Indonesia. Sebab risiko dalam bentuk rugi kurs
perdagangan dan sebagainya sangat tinggi.
Untuk proyeksi pertumbuhan
industri tahun ini, asosiasi sebelumnya sempat bilang trennya mengikuti
konsumsi baja yang naik setiap tahun sekitar 5%. Namun di tengah kondisi
terbaru kali ini, Silmy enggan merinci proyeksinya baik untuk paruh pertama
tahun ini maupun sampai akhir tahun 2020.
"Kami masih belum bisa
memprediksi (industri) ini," katanya. Posisi utilisasi baja nasional di
awal tahun diketahui baru mencapai 43%, asosiasi berharap level tersebut dapat
naik paling tidak hingga 65% ke atas.