ndonesia berpotensi kebanjiran baja impor seiring merebaknya wabah
virus corona (Covid-19) di hampir seluruh negara dunia. Ini dikarenakan
permintaan baja di negara importir menurun, sering dengan lesunya perekonomian
negara terdampak corona.
Direktur Utama Krakatau Steel Silmy Karim mengatakan, dengan ekonomi
lesu, stok atau pasokan baja global pun banyak yang menganggur dan tak terserap
pasar. "Karena ada penurunan pertumbuhan ekonomi, jadi over supply.
Baja impor tersebut yang akan masuk ke Indonesia cepat atau lambat," kata
Silmy di Hotel Aryaduta, Jakarta, Rabu (11/3).
Meski begitu, Silmy yang juga menjabat sebagai Ketua Umum The Indonesian
Iron and Steel Industry Association (IISIA) itu mengatakan, hingga kini
industri dalam negeri belum merasakan dampak limpahan baja impor. Selain
itu, permintaan baja juga masih stabil. Namun, hal tersebut menurutnya perlu
diantisipasi jika terjadi over supply yang diramal pada Mei-Juli
mendatang.
Sebab, kontrak konstruksi baja umumnya habis pada periode tersebut.
Impor baja pun menuurtnya bisa datang dari berbagai belahan dunia. Bila terjadi
kelebihan pasokan, eksportir akan mencari pasar yang mudah untuk menyerap stok
baja dari negaranya, seperti Indonesia.
"Karena memang kita belum optimal dalam menjaga impor," ujar
dia. Hal ini berbeda dengan negara lain yang memiliki sejumlah kebijakan impor,
seperti bea masuk anti dumping, anti subsidi, hingga pembatasan kuota impor.
Oleh karena itu, ia meminta Kementerian Perdagangan untuk melakukan lamgkah
antisipasi dan berharap Menteri Perdagangan dapat mengurangi impor baja hingga
50%.
Meski begitu, ia mengapresiasi langkah Menteri Perdagangan saat ini yang
telah selektif dalam memberikan izin impor. (Baca: Menperin Sebut Wabah Corona
Bisa Kerek Harga Baja Impor dari Tiongkok) Hanya saja, hal tersebut juga perlu
diikuti dengan koordinasi dengan Kementerian Perindustrian untuk menjaga
produksi industri nasional.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengeluhkan besarnya impor
besi dan baja ke Indonesia. Hal ini menjadi salah satu sumber defisit neraca
perdagangan serta menggerus transaksi berjalan. Data Badan Pusat Statistik
(BPS) mencatat, impor besi dan baja sepanjang 2019 mencapai US$ 10,39
miliar atau sekitar Rp 753 triliun. Realisasi impor baja meningkat 1,42%
dibanding tahun sebelumnya US$ 10,25 miliar.
“Data yang saya miliki, impor baja sudah masuk ke peringkat tiga besar impor negara kita,” ujar Jokowi saat membuka rapat terbatas di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (12/2). Selain menyebabkan defisit dagang dan transaksi berjalan, impor baja juga menyebabkan utilitas pabrik di dalam negeri menjadi sangat rendah. Data mengenai impor baja bisa dilihat dalam databoks berikut.